Kamis, 25 Juli 2013

Kemelud Jodoh dari Tek Midar


Kemelud Jodoh dari Tek Midar
Cerpen: Bee Joeytha


Ini seperti racikan sebuah resep masakan. Perpaduan aneka temuan rempah-rempah dedaunan. Rumit dan kompleks untuk mencampurkan sebuah kelezatan dalam satu kecapan. Ya, tak satu pun yang bisa menginspirasiku saat ini. Aku kehilangan, bagai orang sakaw yang tidak mendapat putaw. Aku tak punya motivasi. Melihat sebuah belanga kosong di atas tungku berabu legam arang, itulah aku saat ini. Dicitrakan kesepian menanti sekumpulan bumbu masakan, apakah itu gulai atau rendang, selalu siap untuk menerima dan dipanggang kayu bakar.

Minggu, 21 Juli 2013

Rendezvous di Atas Angin

Rendezvous di atas Angin
Cerpen : Bee Joeytha

Dalam ruang kecil itu, tengah malam tepat pukul dua belas kurang sepuluh menit. Lampu kamar masih dibiarkan menyala. Musik instrumental mengalun sendu menjadi soundstrack tersendiri malam itu. Dua pasang cicak ragu merayap, saling diam di pojok tembok. Tak seekor pun nyamuk malam itu. Cicak-cicak bersedih. Tajamnya racun asap pengusir nyamuk, membasmi habis santap malam mereka. Suasana kamar itu sama. Pemilik kamar juga dirundung resah gelisah. Selang dua menit, diliriknya jam Doraemon yang menempel di dinding. Matanya sulit sekali diajak kompromi. Berkali-kali dibujuknya untuk terpejam, tetap tak bisa. Berkali-kali pula ia memainkan telepon genggam merk ternama seri terbaru miliknya. Dalam hati ia berharap, ada panggilan dari nama itu di layar. Sebaris nama yang diatur khusus untuk laki-laki yang satu tahun terakhir ini mengisi hatinya.

Selasa, 16 Juli 2013

Ijai dan Ijuih

Ijai dan Ijuih
Cerpen: Lia Irma Juita

Namanya Jayardi, biasa dipanggil Ijai. Laki-laki berbadan tambun, bermata sipit, hidung mancung, berkulit putih, digilai banyak gadis karena mirip idola mereka, bintang Korea. Ijuih, begitu belia sembilan belas tahun bernama Juwita itu disapa. Gadis manis berperawakan kecil, memiliki sorot mata tajam laksana elang, berkulit sawo matang, asli Indonesia. Ijai blasteran Jawa-Minang, tapi sembilan puluh sembilan persen mewarisi darah Minang mandenya. Sementara Ijuih sangat kental dengan darah Minang warisan ayah-ibunya. Mereka berteman begitu erat. Ijai dan Ijuih sudah lama menjalin hubungan. Hari-hari mereka lalui dengan suka cita bersama. Ijai sedih, Ijuih pun tak bisa melepas tawa. Ijuih bahagia tentu saja Ijai lebih bahagia. Keduanya tampak begitu serasi, ibarat setangkai mawar di dalam vas kaca di atas meja, tiada cacat sama sekali. Orang akan bisa melihat dari balik kaca, tangkai mawar yang menopang kelopaknya menawan indah.